Wanprestasi atau perbuatan cidera/ingkar janji (breach of contract) berasal dari bahasa Belanda yang artinya “prestasi” yang buruk dari seorang debitur (atau orang yang berhutang) dalam melaksanakan suatu perjanjian.
Menurut M. Yahya Harahap, secara umum wanprestasi yaitu, “pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya”.[1]
Seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi dalam perjanjian telah lalai, sehingga “terlambat” dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan suatu prestasi tidak menurut “sepatutnya atau selayaknya”.
Dalam membicarakan “wanprestasi” kita tidak bisa terlepas dari masalah “pernyataan lalai” (ingebrekke stelling) dan “kelalaian” (verzuim). Akibat yang timbul dari wanprestasi ialah keharusan bagi debitur membayar ganti atau dengan adanya wanprestasi salah satu pihak, maka pihak yang lainnya dapat menuntut “pembatalan kontrak/perjanjian”.[2]
Pelanggaran hak-hak kontraktual menimbulkan kewajiban ganti rugi berdasarkan wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1236 BW (untuk prestasi memberikan sesuatu) dan Pasal 1239 BW (untuk prestasi berbuat sesuatu).
Kemudian, berkenaan dengan wanprestasi dalam pasal 1243 dalam KUH Perdata menyatakan bahwa,
“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”.
R. Subekti mengemukakan bahwa wanprestasi itu adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:[3]
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
- Melakukan upaya yang dijanjikan tetapi terlambat;
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat Wanprestasi
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:
- Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal 1243 KUH Perdata);
- Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267 KUH Perdata);
- Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata);
- Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1 HIR).
[1] Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan. (Jakarta: Prenada Media, 2014) hlm. 83
[2] Ibid.
[3] R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet ke-II (Jakarta: Pembimbing Masa, 1979) hlm 50.