Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa dialami oleh siapa saja, sehingga perlu bagi setiap orang untuk memahami hak-hak yang dapat diterima sebagai pihak yang mengalaminya.
Berdasarkan Pasal 1 angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran Hubungan Kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/Buruh dan Pengusaha.
Hak-Hak Karyawan yang Terkena PHK
Apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) dan uang penggantian hak (“UPH”) yang seharusnya diterima.[1]
1. Uang Pesangon
Uang pesangon diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:[2]
- masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan Upah;
- masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan Upah;
- masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan Upah;
- masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan Upah;
- masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan Upah;
- masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan Upah;
- masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan Upah;
- masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan Upah;
- masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan Upah.
2. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
Uang Penghargaan Masa Kerja diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:[3]
- masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan Upah;
- masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan Upah;
- masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan Upah;
- masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan Upah;
- masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan Upah;
- masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan Upah;
- masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan Upah; dan
- masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan Upah.
3. Uang Pengganti Hak (UPH)
Uang Pengganti Hak yang seharusnya diterima, meliputi:[4]
- cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja diterima bekerja;
- hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Perlu Diperhatikan
Selain ketentuan Uang Pesangon, UPMK dan UPH di atas, perlu diperhatikan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021) juga mengatur tentang perbadaan hak-hak Pekerja/Buruh yang terkena PHK berdasarkan alasannya, antara lain:
1. Pekerja/Buruh berhak atas uang pesangon 1 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila di-PHK dengan alasan:
- Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/ Buruh maka Pekerja/Buruh.[5]
- Pengambilalihan perusahaan.[6]
- Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah kerugian.[7]
- Perusahaan tutup yang disebabkan bukan karena Perusahaan mengalami kerugian [8]
- Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang bukan karena Perusahaan mengalami kerugian [9]
- adanya permohonan PHK yang diajukan oleh pekerja dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf g PP 35/2021.[10]
2. Pekerja/Buruh berhak atas uang pesangon 0,5 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila di-PHK dengan alasan:
- Pengambilalihan Perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan Kerja.[11]
- Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian.[12]
- Perusahaan tutup yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun atau mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama 2 (dua) tahun.[13]
- Perusahaan tutup disebabkan keadaan memaksa (“force majeure”).[14]
- Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian.[15]
- Perusahaan pailit.[16]
- Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.[17]
3. Pekerja/Buruh berhak atas uang pesangon 0,75 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila perusahaan mengalami keadaan memaksa (“force majeure”) yang tidak menyebabkan perusahaan tutup.[18]
4. Pekerja/Buruh berhak atas uang pesangon 1,75 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila memasuki usia pensiun.[19]
5. Pekerja/Buruh berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan uang pesangon, UPMK 1 kali ketentuan UPMK, dan UPH, apabila:
- Pekerja/buruh meninggal dunia.[20]
- Pekerja/buruh sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.[21]
6. Pekerja/Buruh berhak atas UPH dan uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB apabila di-PHK dengan alasan:
- Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf g PP 35/2021 terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja.[22]
- Mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan memenuhi syarat.[23]
- Pekerja/Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis [24]
- Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama [25]
- Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf I yang menyebabkan kerugian Perusaha [26]
- Pekerja dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan.[27]
[1] Pasal 81 angka 47 Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (“Perppu Ciptaker”) yang mengubah Pasal 156 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003
[2] Pasal 81 angka 47 Perppu Ciptaker yang mengubah Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[3] Pasal 81 angka 47 Perppu Ciptaker yang mengubah Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
[4] Pasal 81 angka 47 Perppu Ciptaker yang mengubah Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan
[5] Pasal 41 PP 35/2021
[6] Pasal 42 ayat (1) PP 35/2021
[7] Pasal 43 ayat (2) PP 35/2021
[8] Pasal 44 ayat (2) PP 35/2021
[9] Pasal 46 ayat (2) PP 35/2021
[10] Pasal 48 PP 35/2021
[11] Pasal 42 ayat (2) PP 35/2021
[12] Pasal 43 ayat (1) PP 35/2021
[13] Pasal 44 ayat (1) PP 35/2021
[14] Pasal 45 ayat (1) PP 35/2021
[15] Pasal 46 ayat (1) PP 35/2021
[16] Pasal 47 PP 35/2021
[17] Pasal 52 ayat (1) PP 35/2021
[18] Pasal 45 ayat (2) PP 35/2021
[19] Pasal 56 PP 35/2021
[20] Pasal 57 PP 35/2021
[21] Pasal 55 PP 35/2021
[22] Pasal 49 PP 35/2021
[23] Pasal 50 PP 35/2021
[24] Pasal 51 PP 35/2021
[25] Pasal 52 ayat (2) PP 35/2021
[26] Pasal 54 ayat (1) PP 35/2021
[27] Pasal 54 ayat (4) PP 35/2021